RUNTUHNYA KEWIBAWAAN PENDIDIKAN YANG BERORIENTASI KEPADA NILAI
Mencermati kecelakaan terbesar
sepanjang sejarah Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri ( SNMPTN ) Tahun 2016 yang dialami oleh SMA Negeri 3
Semarang, Jawa Tengah, dimana sejumlah 380 siswa reguler jurusan IPA TIDAK ADA
YANG LOLOS SATUPUN dalam penjaringan nasional CALON MAHASISWA di Perguruan
Tinggi Negeri.
Masing-masing melemparkan tanggung jawab dan saling menyalahkan
satu sama lain. Pihak Panitia SNMPTN menuduh SMA 3 Semarang melakukan kesalahan
fatal dengan tidak menginputkan salah satu nilai di beberapa semester, yang
seharusnya dalam peraturan penjaringan SNMPTN melalui sistem Pangkalan Data
Sekolah dan Siswa (PDSS).
Sedangkan pihak SMA 3 Semarang menuduh Panitia SNMPTN tidak
profesional dalam mengelola sistem PDSS, dimana seharusnya ketika ada salah
satu mata pelajaran yang tidak dientry ada "Early Warning System"
atau semacam peringatan sebelum database disubmit akhir.
Siapa yang menyangka Peraih Medali Emas Olimpiade Sains Nasional
tidak Lolos SNMPTN, Siapa yang menyangka sekolah favorit di Kota Semarang
bahkan mungkin di Jawa Tengah sebagian besar siswanya tidak lolos SNMPTN. Siapa
yang menyangka putra-putri terbaik dengan segudang prestasi di SMA 3 Semarang
tidak lolos SNMPTN karena sebuah sistem ?
Mari kita mendudukkan permasalahan dengan jernih. Bahwa SMA 3
Semarang menerapkan sistem pembelajaran berbasis SKS ( Sistem Kredit Semester )
seperti perkuliahan. Dalam hal ini menggunakan Sistem SKS Discontinue atau
Sistem SKS On / Off.
Dalam sistem ini memungkinkan siswa untuk memilih mata pelajaran
di salah satu semester, tetapi di semester lain mapel tersebut tidak muncul.
Karena sudah diambil di semester tersebut.
Pihak Panitia berdalih, jika kesalahan ada pada sistem, tidak
mungkin sekolah lain yang menggunakan sistem SKS YANG SAMA bisa AMAN dan LOLOS
SNMPTN.
Sementara Pihak SMA 3 Semarang tetep ngotot seharusnya ada
PERINGATAN jika ada kesalahan input dalam sistem, sehingga bukan memproses
kesalahan di final penyelenggaraan SNMPTN tetapi bisa dicegah dengan Peringatan
pada proses entry data di PDSS.
Entah siapa yang benar dan siapa yang salah, yang jelas sejumlah
380 siswa kehilangan salah satu haknya untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri
Favorit yang mereka dambakan.
Meski masih ada 2 proses penjaringan PTN lagi yaitu Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri ( SBMPTN ) dan Ujian Masuk ( UM ) di
masing-masing Perguruan Tinggi Negeri, tetapi kekecewaan para siswa semakin
memuncak, mereka seakan putus asa TIGA TAHUN MENGEJAR NILAI SIA-SIA hanya
karena kesalahan sebuah sistem.
Apakah PENDIDIKAN DI INDONESIA akan terus seperti ini ?
Yang dipentingkan adalah nilai, nilai, nilai, dan nilai. CERDAS
saja tidak cukup tapi perlu KETELITIAN dan KETERAMPILAN.
Jangan salahkan para siswa ketika pengumuman kelulusan
mencorat-coret seragam sekolahnya, konvoi ugal-ugalan, pesta seks bebas, pesta
minuman keras, dan segenap perilaku negatif lain dalam merayakan berakhirnya
masa studi di jenjang Sekolah Menengah Atas / Sekolah Menengah Kejuruan.
INI PERLU EVALUASI BESAR-BESARAN terhadap sistem pendidikan di
Indonesia. Siswa sekarang sudah tidak ada rasa hormatnya kepada guru. Guru
sekarang banyak yang sudah tidak profesional, tidak telaten, tidak sabar, dan
tidak inovatif. Orang tua sekarang banyak yang tidak mempedulikan perkembangan
pendidikan anaknya ketika di Sekolah.
Maka pendidikan di Indonesia untuk saat ini masih jauh dari apa
yang dulu disampaikan oleh Bapak Pendidikan Nasional yaitu KI HAJAR DEWANTARA
yang berbunyi :
"Pendidikan yaitu segala daya upaya untuk memajukan budi
pekerti ( karakter dan kekuatan batin), pikiran (intellect) serta jasmani
anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.
Oleh : Imron
Rosyadi
Tegal, 14 Mei 2016
Tegal, 14 Mei 2016