Ketika Imam Ghozali bertarekat



Ketika Imam Ghozali bertarekat

Mungkin kalimat ini terdengar asing bahkan aneh. karena seorang imam besar yang bergelar Hujjatul Islam  memiliki guru tarikat dan bergaul dengan mereka. Mengapa seseorang yang sudah memiliki kedudukan tinggi masih juga menjadi ‘murid’???,
Mengapa masih belajar? bukankah beliau seorang guru besar. apa yang beliau pelajari? bukankah ilmu beliau sudah memumpuni....

Abu Hamid al Ghozali berkata, “ Pada awalnya aku adalah orang yang mengingkari kondisi spiritual orang – orang sholeh dan derajat-derajat yang dicapai oleh ahli ma’rifat. Hal itu terus berlanjut hingga aku bergaul dengan mursyidku, Yusuf an Nasaj. Dia terus mendorongku untuk terus bermujahadah, hingga akhirnya aku mendapatkan karunia- karunia ilahiah. Aku dapat melihat Alloh dalam mimpiku. Dia berkata kepadaku, “Wahai Abu Hamid, tinggalkanlah segala kesibukanmu. Bergaullah dengan orang – orang yang telah Aku jadikan sebagai tempat pandanganKu. Mereka adalah orang-orang yang telah menggadaikan dunia dan akhirat karena mencintai Aku. lalu aku berkata, Demi kemuliaan Mu, aku tidak akan melakukkannya kecuali jika Engkau membuatku berbaik sangka terhadap mereka. Alloh berfirman, ‘Sesungguhnya Aku telah melakukannya. yang memutuskan hubungan mu dengan meraka (orang sholeh) adalah kesibukanmu terhadap mencintai dunia. Maka keluarlah dari kesibukanmu mencintai dunia sebelum engkau keluar dari dunia dengan penuh kehinaan. Aku telah melimpahkan kepadamu cahaya- cahaya suci dari sisiKu. kemudian, aku bangun dengan perasaan gembira, lalu aku mendatangi syekhku, Yusuf an Nasaj, dan menceritakan tentang mimpiku. Dia tersenyum sambil berkata, ‘Wahai Abu Hamid itu hanyalah lembaran-lembaran yang pernah kami peroleh dari fase awal perjalanan kami. Jika engkau tetap bergaul dengan ku. maka mata hatimu semakin tajam.
Abu Hamid al Ghozali juga berkata, “Diantara hal yang wajib bagi seorang salik (murid) yang menempuh jalan kebenaran adalah bahwa dia harus mempunyai seorang mursyid dan pendidik spiritual yang dapat memberinya petunjuk dalam perjalanannya. serta melenyapkan akhlak-akhlak tercela dan menggantinya dengan akhlak-akhlak terpuji. (Hakekat Tasawuf, h.36-37)



0 komentar: