JEPARA – Menjadi ketua MWC NU Kecamatan Keling Jepara punya tugas lebih dibanding kecamatan lain di Kabupaten Jepara. Selain medan dakwah yang mayoritas berupa gunung, warganya juga memeluk beragam keyakinan.
Dari 18 kelurahan di Keling hanya ada 3 desa yang berupa daratan. Pun demikian, agama yang dipeluk bukan hanya Islam. Ada Nasrani da Budha dengan rumah ibadah masing-masing yang megah. Bahkan, Vihara terbesar di negeri ini, ada di Keling. Hal itu dituturkan oleh KH Ali Murtadlo (38), Rais Syuriah NU Kec. Keling di tengah ia menjalankan tugas ngaji dan dakwah di Desa Damarwulan, Jumat (22/04/2016) siang.
Kiai alumnus Pesantren Salafiyah, Kajen, Pati ini juga menjelaskan cara koordinasi antar pengurus ranting NU. “Karena jarak yang jauh, terjal, naik-turun, kami harus yang turun langsung ke bawah,” paparnya.
Kyai Murtadho |
Kiai Murtadlo juga menjelaskan, untuk acara ngaji, ia tidak membuat majelis pengajian dekat rumah sebagaimana dilakukan pengasuh pesantren. Dakwah di Keling harus door to door. Turun langsung ke lapangan. Masjid Al-Iman di Medono, Damarwulan, jadi salah satu lokasi pilihannya menyampaikan ajaran Islam.
Dua kali tiap selapan (35 hari), Kiai Murtadlo punya jadwal ngaji di sana. Kitab yang dibaca adalah Kifayatul Ahyar dan Mauidloh Lil Mu’minin. Dua judul itu dipilih karena lebih fleksibel diterapkan untuk masyarakat yang plural. “Kitab itu pas untuk masyarakat sini,” ujarnya.
Cara penyampainnya pun tidak terkesan mengajak. Narasi-narasi dakwah yang digunakan tidak puritan dan mudah mengafirkan orang lain. Ini semata-mata demi kepentingan umum yang lebih luas.
“Saya menggunakan cara dakwah yang santun, meniru akhlaq rasul. Misalnya, ketika membahas soal najis anjing, saya tidak langsung ke hukumnya. Tapi caranya menghormati tetangga. Saya justru menerangkan keharaman menyakiti tetangga walaupun anjing mereka mengotori halaman rumah. Anjing itu makhluk tanpa akal, jadi anjingnya tidak perlu diusir,” tandas Kiai Murtadlo.
Tidak seperti daerah lain. Anjing di daerah Keling memang sering berkeliaran di jalan-jalan umum. Bahkan di halaman masjid. Jika cara dakwahnya tidak menggunakan akhlak rasul, hal kecil itu akan mengganggu kerukunan umat beragama.
Berkah dakwah ala Rasul itu, alhamdulillah selama menjadi Rais Syuriah MWC NU Keling, ada 37 orang yang tertarik menjadi muallaf. Semuanya berasal dari Desa Ngipik, Medono dan Ndodol.
Mereka inilah yang setiap selapan dua kali diajari shalat oleh Kiai Murtadlo. Selain itu, mereka juga diwulang fikih dank ke-NU-an. Kini, ada 13 titik yang rutin didatangi Kiai Murtadlo untuk mulang ngaji. (Abdullah badri)